Jumat, 09 Desember 2011

Legi Legine Wong Ngemut Gula

Legi Legine Wong Ngemut Gula ... pernahkah anda mendengar ungkapan ini? Bagi sedulur - sedulur jawa pasti sudah, tapi mungkin juga ada yang belum. Memang ungkapan ini tidak begitu terkenal seperti ungkapan - ungkapan lainnya. Namun ungkapan ini memiliki makna yang dalam, terutama saat situasi jaman seperti sekarang ini, di mana korupsi terjadi di mana - mana, sementara pelayanan publik jauh dari memuaskan. Legi - legine wong ngemut gula arti harafiahnya kurang lebih manisnya orang mengulum gula. Legi : manis, legine : manisnya, ngemut : mengulum, gula : gula. Aji mumpung, kalau ungkapan ini saya yakin sudah biasa kita dengar. Makna ungkapan legi - legine wong ngemut gula kurang lebih memiliki makna yang mirip. Jadi ungkapan ini digunakan untuk menggabarkan seseorang yang mengambil keuntungan pribadi sebesar - besarnya, tanpa mempedulikan kerugian orang lain. Biasanya orang - orang yang diberi tugas/jabatan tertentu dan menggunakan jabatan itu untuk mengutungkan dirinya sendiri. mengambil keuntungan sebesar - besarnya saat ini, tanpa mempedulikan kepentingan hari esok. Pokoknya mumpung berkuasa, perkara nanti tidak dipikirkan sama sekali. Tidak adanya pemikiran akan kepentingan hidup yang jauh ke depan. Pad situasi negara seperti sekarang ini, ungkapan ini sangat tepat untuk diangkat kembali. Para pamong praja, pejabat negera pelayan masyarakat hendaknya menjadi sadar dan berubah bijak bukan justru bersikap sebaliknya, legi - legine wong ngemut gula. Setelah berhenti dari jabatan, ternyata penjara telah menanti karena sikapnya yang lupa diri. Semoga ini jadi pengingat bagi para pejabat yang sedang berkuasa. Cetak Halaman Ini

Memilih Jodoh Berdasar Bibit Bebet dan Bobot

Dalam dunia dongeng pernikahan seorang pangeran dan seorang putri sering menjadi puncak cerita. Setelah melalui jalan berliku penuh perjuangan, akhirnya mereka berhasil mewujudkan impiannya menikah. Selanjutnya cerita usai dengan penutup bahwa pangeran dan putri itu hidup bahagia selamanya. Itu di dunia dongeng, yang memang selalu berakhir indah dan bahagia. Tapi bagaimana dengan kehidupan nyata masa kini? Sering terjadi berbeda seratus delapan puluh derajat. Setelah melalui masa – masa pacaran penuh kegembiraan, pernikahan sering menjadi awal datangnya ‘kepahitan’ dalam hidup. Tidak sedikit kita melihat pesta pernikahan yang sangat mewah dan meriah, banyak puja – puji bagi pasangan yang dikatakan sangat serasi, cocok, pas, bagai pangeran yang tampan dan putri yang cantik dll, kemudian berakhir menyedihkan. Perkawinan bahagia yang diidamkan gagal dibina. Tak peduli masyarakat biasa, artis, tokoh politik bahkan seorang tokoh agama sekalipun. Sementara pada jaman yang semakin maju dengan teknologi yang makin canggih, juga kehidupan keagamaan yang terlihat semakin mendapat perhatian besar, seharusnya memberikan kekuatan yang lebih kuat dan baik dalam mendorong setiap pasangan dalam memilih calon dan menyiapkan rumah tangganya. Namun realitasnya ternyata berbeda. Perceraian demi perceraian pasangan semakin sering kita dengar. Melihat hal itu saya mengajak menoleh sejenak kearah warisan leluhur, dalam hal ini tradisi masyarakat Jawa dalam memilih pasangan dan mempersiapkan pernikahan. ( Setiap agama senyatanya telah mengajarkan hal ini dan pastilah itu suatu kebenaran penuh dan tak terbantahkan. Maka hal ini tentunya sebagai pelengkap saja. Itu pun jika cocok.) Ada tiga hal penting dalam tradisi Jawa dalam memilih calon pasangan pasangan adalah sesuatu yang sangat penting agar tidak ‘salah’ pilih dan harapannya pernikahan adalah sekali seumur hidup. 1. Bibit Bibit berarti benih. Dalam hal ini pasangan diharapkan tahu persis siapa sesungguhnya calon pasangannya. Apakah ia berasal dari keluarga baik –baik? Bagaimana dengan keadaan fisik keluarganya, adakah cacat dalam keluarganya, baik fisik, mental maupun moral? Cacat fisik dalam keyakinan masyarakat jawa itu bisa menurun kepada anak – anak yang dilahirkan. (dalam teori ilmu yang modern, mungkin jika kecacatan dengan factor gen yang bisa menurun) Secara mental pun juga perlu diperhatikan. Misalnya jika ada salah satu keluarga yang sakit ‘gila’, biasanya keluarganya sulit untuk mendapatkan jodoh. Selain soal fisik dan mental ada satu cacat lagi yang menjadi perhatian, yaitu cacat social. Cacat social biasanya berhubungan dengan perilaku keluarganya. Misalnya adakah orang tua atau keluarga yang lain pernah terlibat criminal berat? Lebih – lebih sampai masuk penjara. Ini biasanya juga menjadi pertimbangan yang penting juga. Selain hal – hal di atas masih ada bibit lain yang perlu diteliti yaitu Perhitungan menurut neptu Saptawara dan Pancawara. Untuk penjelasan lebih jauh ada dibagian bawah tulisan ini. 2. Bebet Bebet berarti kekayaan. Dalam hal ini pasangan diharapkan tahu keadaan ekonomi/kekayaan yang sebenar – benarnya akan si calon. Hal ini penting agar pasangan kelak dapat memperhitungkan kehidupan ekonominya secara tepat setelah pernikahan juga diharapkan tak muncul rasa kecewa dikemudian hari yang bisa menjadi bibit percekcokan. 3. Bobot Bobot berarti kepandaian. Dalam hal ini pasangan diharapkan mengenal betul akan tingkat kepandaian calon pasangan. Agar relasi yang dibangun dalam rumah tangga dapat seimbang dan saling melengkapi. Ketidak seimbangan daya pikir pasangan juga bisa menjadi pemicu ketidak harmonisan rumah tangga. Dalam melihat neptu, ada dua hal yang perlu diperhitungkan. Pertama soal hari kelahiran calon pasangan dan yang kedua soal hari pelaksanaan perkawinan. Dalam hal dalam tradisi jawa ada sepuluh jenis penghitungan hari dari Eka Wara sampai Dasa Wara. Namun dari sepuluh jenis perhitungan hari tersebut kebanyakan hanya dua perhitungan hari yang gunakan sebagai perhitungan utama yaitu Panca Wara dan Sapta Wara. Panca Wara yaitu perhitungan hari sesuai hari pasaran yang terdiri dari lima hari yaitu Pon, Wage, Kliwon, Legi dan Paing. Lalu yang ke dua adalah Sapta Wara, perhitungan hari yang digunakan secara umum yaitu hari Minggu – Sabtu. Masing – masing hari tersebut mempunyai nilai hidup/neptu. Di bawah ini table Sapta Wara dan Panca Wara secara lengkap.
Dalam hal mempertimbangkan jodoh menurut hari kelahiran ada beberapa cara untuk menghitungnya. 1. Perhitungan jodoh berdasarkan Sapta Wara kelahiran pasangan. Ada keyakinan bahwa seseorang dengan kelahiran masing – masing pasangan akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan pasangan tersebut. Berikut contoh perhitungan tersebut.
2. Perhitungan jodoh berdasarkan gabungan neptu. Perhitungan menurut gabungan neptu caranya adalah menggabungkan neptu Panca Wara dan Sapta Wara dari Pria dan Wanita kemudian jumlahnya tersebut dibagi. Ada dua cara perhitungan yaitu dibagi 5 dan 4. Sisa dari pembagian tersebut yang diperhatikan untuk dilihat maknanya. Berikut table perhitungan dengan cara menghitung gabungan neptu. Gabungan Neptu dibagi 5
Gabungan Neptu dibagi 4
3. Perhitungan jodoh berdasarkan jumlah neptu. Menghitung berjodohan berdasarkan jumlah gabungan netpu dilakukan dengan cara menjumlah Sapta Wara dan Panca Wara pasangan. Kemudian masing – masing dibagi 9. Sisa pembagian pihak pria diletakkan di depan dan wanita dibelakang. Contoh table perhitungan dengan cara ini.
Selain memperhatian Bibit, Bebet dan Bobot tersebut, dalam tradisi jawa memilih tanggal, hari dan bulang yang baik juga dipercaya mempunyai peran penting bagi pasangan untuk mewujudkan harapannya. Dalam hal mempertimbangkan perjodohan dalam memilih hari pelaksanaan pernikahan. 1. Baik Buruknya Sapta Wara
2. Baik Buruknya Tanggal Ada kepercayaan tanggal – tanggal yang baik digunakan untuk melangsungkan pernikahan adalah tanggal – tanggal setelah bulan tidur. Yaitu dari tanggal 1 – 15. 3. Baik Buruknya Sasi/Bulan
Hal – hal yang diuraikan di atas merupakan tradisi turun menurun yang diyakini oleh masyarakat Jawa. Entah bagaimana awal mulanya, sehingga para leluhur mampu membuat perhitungan – perhitungan semacam itu, saya sendiri tidak tahu. Namun hingga kini, masih banyak masyarakat yang menggunakan perhitungan – perhitungan semacam ini dalam memilih jodoh dan melakukan pernikahan. Mereka yang takut melanggar tradisi – tradisi semacam ini masih cukup banyak. Namun tak kalah banyak pula yang sudah tidak lagi menghiraukan perhitungan – perhitungan semacam ini. Semua kembali ke manusianya, saat mempunyai kehendak dan keyakinan yang kuat, bukan tak mungkin itu sebetulnya kunci utama dalam memperoleh kebahagiaan dalam berumah tangga, dan seperti yang diharapkan oleh setiap pasangan, perjodohan adalah sekali untuk seumur hidup. Semoga!
Cetak Halaman Ini

Selasa, 17 Februari 2009

Hastha Brata 8 Sifat Utama Seorang Pemimpin.

Masa reformasi ini kita menjadi sangat biasa mendengar kata pemilu. Di mana - mana dilakasanakan pemilu dari Pimilihan presiden, gubernur, walikota, bupati bahkan oleh karena pemilu sedang populer pemilu dilakukan sampai dengan tingkat RT dan RW. Satu tujuan pemilu adalah untuk memilih pemimpin. Dalam alam demokrasi diyakini bahwa melalui pemilihan umumlah akan diperoleh pemimpin yang baik karena prosesnya melibatkan unsur - unsur masyarakat yang akan dipimpinnya.


Untuk menjadi pemimpin yang baik, banyak orang berguru ke negeri orang sebab mereka dianggab lebih maju, lebih baik dan lebih pintar. Cara lain adalah mendatangkan orang asing untuk memberi seminar/pelatihan. Mengapa kita selalu melihat ke tempat yang jauh, negeri orang. Apakah di tanah air kita tidak ada nilai - nilai luhur yang bisa memandu seseorang untuk menjadi pemimpin yang baik? Banyak. Ada banyak sekali nilai - nilai luhur yang jika digali dan diaktualisasikan bisa memandu seseorang menjadi pemimpin yang hebat. Salah satu adalah ajaran Hastha Brata.

Ajaran Hasta Brata mengajarkan kepada setiap orang yang menjadi pemimpin hendaknya memiliki 8 watak/sifat keutamaan seturut alam. 8 watak/sifat tersebut adalah :
1. Mahambeg Mring KismoSebagai seorang pemimpin diharapkan memiliki sifat - sifat keutamaan seperti Bumi. Bumi itu sabar, memberi kepada sipapun, menumbuhkan, merubah busuk menjadi subur, tempat membuang segala hal baik ataupun buruk.
2. Mahambeg Mring Warih
Sebagai pemimpin diharapkan memiliki sifat - sifat keutamaan seperti air. Air memberi kesejukan, ketentraman, selalu turun/mengarah ke bawah.
3. Mahambeg Mring Samirana
Sebagai pemimpin diharapkan memiliki sifat - sifat keutamaan Angin. Angin selalu ada di mana - mana di setiap tempat, adil tidak membeda - bedakan, angin memberikan rasa nyaman/kesejukan.
4. Mahambeg Mring CandraSebagai pemimpin diharapkan memiliki sifat sifat keutamaan seperti Bulan. Bulan mampu mberikan penerangan secara lembut, memberi keindahan, adil bagi semua orang.
5. Mahambeg Mring Surya.
Sebagai pemimpin diharapkan memiliki sifat - sifat keutamaan seperti Matahari.Matahari Memberi penerangan, sinarnya menghidupkan, ada ketegasan dan adil.
6. Mahambeg Mring SamodraSebagai pemimpin diharapkan memiliki sifat - sifat keutamaan seperti Laut/Samudra. Laut/Samudraluas bak tak bertepi, demikian juga hati dan pikiran pemimpin. Laut menerima apapun yang dibuang manusia ada kesabaran dan kasih sayang yang tak terbatas.
7. Mahambeg Mring Wukir
Sebagai pemimpin diharapkan memiliki sifat - sifat keutamaan seperti Gunung. Gunung mempunyai sifat yang kuat, kukuh, konsisten, indah.
8. Mahambeg Mring Dahana.
Sebagai pemimpin diharapkan memiliki sifat - sifat keutamaan seperti Api. Api mampu membakar, tegas namun juga bisa hangat.

Cetak Halaman Ini

Senin, 16 Februari 2009

Lagu Jawa Suriname

Lagu - lagu ciptaan saudara - saudara di Suriname ternyata sangat kreatif dan unik. Anda bisa menikmati salah satu lagu mereka di bawah ini. Judul lagunya Ngapuro yang menyanyikan namanya mbakyu Rinette Tasleman. Nikmat juga di telinga. Selamat mendengarkan!





Jika kita masuk lebih dalam pada lagu - lagu mereka akan terasa sangat menarik. Perpaduan bahasa jawa yang terdengar kuno kadang - kadang diselingi bahasa Belanda dengan pengucapan logat Belanda memang terasa unik. Kita bisa mendapatkan cukup banyak lagu pop jawa Suriname melalui layanan You Tube.

Cetak Halaman Ini

Sabda Pandita Ratu dan Bawalaksana.


Dalam dunia orang Jawa kita mengenal adanya ungkapan etika yang berbunyi "Sabda pandhita ratu, tan kena wola - wali" dan "Berbudi Bawalaksana". Dalam pengartian bebas ungkapan Sabda pandhita ratu tan kena wola - wali dapat diartikan ucapan pendeta/raja, tidak boleh diulang dan berbudi bawalaksana dapat berarti mempunyai sifat teguh memegang janji, setia pada janji atau secara harafiah bawalaksana dapat juga diartikan satunya kata dan perbuatan.

Dua ungkapan luhur, yang mengingatkan kepada setiap orang akan pentingnya Kesetiaan. Setia dengan apa yang telah dipilih, setia dengan apa yang diucapkan, dan dijanjikan seberapapun berat resiko yang harus ditanggung oleh pilihan itu.

Dalam dunia pewayangan ada cukup banyak kisah yang melukiskan sikap tersebut. Salah satu contohnya adalah kisah saat prabu Dasarata akan mewariskan tahta kerajaan kepada keturunannya. Di ceritera prabu Dasarata mempunyai empat orang anak yaitu Rama, Bharata, Laksamana dan Satrugna. Dari keempat saudaranya, Rama adalah anak tertua yang dilahirkan oleh istri pertamanya yang bernama dewi Ragu atau dewi Sukasalya, paling pandai dan bijaksana juga berpengalaman. Maka sudah wajar jika kemudian prabu Dasarata meletakkan harapan, anaknya tertua tersebut kelak yang akan melanjutkan tahtanya. Namun ternyata ada satu hal penting yang telah dilupakan oleh prabu Dasarata bahwa ia pernah berjanji kepada istrinya yang lain yaitu dewi Kekeyi, bahwa dari keturunannyalah kelak tahta akan diwariskan. Diceritakan saat prabu Dasarata diingatkan oleh dewi Kekeyi menjadi sangat sedihlah hantinya. Hatinya hancur lebur oleh kesedihan. Sebagai raja yang besar, ia tahu tidak boleh mengingkari apa yang telah diucapkan/dijanjikan pada masa lalu. Tidak boleh! Betapapun beratnya. Maka dengan segala kesedihannya ia menyerahkan tahta kerajaan Ayodya kepada Bharata kemudian ia meninggal dalam kesedihannya itu.

Selain kisah prabu Dasarata ada kisah - kisah lain yang menggambarkan situasi sulit oleh pilihan sikap tan keno wola - wali dan bawalaksana. Misalnya kisah prabu Sentanu Raja muda dari Astina yang memperistri seorang bidadari yaitu Dewi Gangga. Dewi Gangga bersedia menjadi istrinya dengan syarat prabu Sentanu tidak boleh mencampuri, apalagi mencegahnya apapun yang dia lakukan. Oleh karena keterikatan pada janji maka saat anaknya yang baru lahir dibuang selalu dibuang ke sungai Gangga, prabu Sentanu tidak dapat berbuat apa - apa. Ada banyak kisah lain misal Adipati Karno yang tetap membela Kurawa saat perang Baratayuda, walaupun ia tahu kurawa salah dan pandawa adalah adik tirinya. Karna terikat janji dengan Duryudana bahwa ia akan selalu membelanya. Dan masih banyak kisah lainnya.

Ucapan atau janji memang berat. Maka setiap orang dituntut untuk selalu memikirkan secara jernih dan bijak apapun dan dalam situasi apapun sehingga setiap ucapan yang keluar dari mulut kita bijak pula. Ada ungkapan lain berbunyi "Orang yang dipegang adalah ucapannya". Artinya jelas, salah satu hal yang paling berharga dalam diri seseorang adalah ucapan. Seberharga apakah kita tergantung sejauh mana setiap ucapan yang keluar dari mulut kita menjadi kebenaran. Inilah sikap tan kena wola - wali dan bawalaksana. Satunya kata dan perbuatan.

Cetak Halaman Ini

Selasa, 10 Februari 2009

ELING Petuah untuk bersikap bijak.

Banyak petuah dalam masyarakat jawa menggunakan kata Eling. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesis Edisi ketiga ( Balai Pustaka 2002) Eling berarti berpikir sehat; bijaksana ; pantas ; ingat akan Tuhan Yang Maha Esa. Bermakna sangat luas jauh melebihi dari apa yang kita ketahui. Kita sering hanya mengartikan kata eling yang berarti ingat. Mengacu makna di atas maka saat orang tidak berpikir sehat, tidak bijaksana, berlaku tidak pantas dan juga tidak ingat akan Tuhan Yang Maha Esa bisa dikategorikan tidak Eling.


Di saat jaman bebas di mana informasi datang bak air bah, sikap Eling menjadi penting. Eling membuat kita tidak hanyut, tetapi juga tidak lari dari realitas. Beberapa petuah untuk tetap Eling:

Eling kudu tansah semende marang pepesten.
Eling kudu tansah pasrah ing Allah.
Eling kudu rumangsa mung dadi titah.
Eling kudu rumangsa saderma nglakoni.
Eling kudu tansah sabar narima. Narimo ing pandum.
Eling kudu tansah lila legawa, bisa gawe seneng atine liyan.
Eling kudu mulat salira/tepa slira.
Eling kudu welas asih ing sapada - pada, nguwongke wong.
Eling kudu bisa ngregani marang liyan, sumanak lan sumadulur.
Eling kudu ngerti lan tansah nganggo tata krama, tata susila, unggah ungguh, tata basa.
Eling kudu tata, tangguh, tanggap, tanggon, alon - alon waton klakon.
Eling kudu taberi, nastiti, ngati - ati, tlaten.
Eling kudu tansah ngugemi janji, ora mencla - mencle.
Eling kudu seneng tetulung, seneng dedana marang kang merlokake.
Eling aja nganti lali marang Gusti Allahe.
Eling aja gawe seriking liyan.
Eling aja kumentus, umuk, keminter, arep menange dewe.
Eling aja dumeh, sumakeyan, adigang, adigung, adiguna.
Eling aja nguthuh, mbeguguk nguta waton, srakah, dremba, kemaruk, aluamah, ngangah angah, ngaji mumpung.
Eling aja gampangan, gumunan, bingungan, gampang gumuyu.
Eling aja ngaya, ngangsa, nggresula.
Eling aja kurang ajar, dahwen, juweh, drengki, srei, jahil metakil.
Eling aja ma lima, madat, main, madon, mangan, maling.
Eling aja nganti kliwatan seneng, kliwatan susah utawa samubarang kang kliwat wates.
Eling aja gawe kapitunaning liyan, clemer, colong jupuk, laku juti, ngapusi.
Eling aja grusa - grusu, aja briga brigi, ngawur.
Eling aja dadi tukang goroh, cidra janji, ngapusi, mlincur.
Eling sing sapa ngapusi bakal kaweleh.
Eling wong urip bakal mati.
Eling sing sapa nandur bakal ngunduh.
Eling sing sapa salah mesti bakal seleh, sing goroh growah.
Eling sing becik bakal ketitik sing ala ketara.
Eling wong urip kudu samad sinamadan.
Eling jer basuki mawa beya.


Cetak Halaman Ini

Senin, 09 Februari 2009

Radio Bahasa Jawa di Suriname




Masih ingat tentang saudara - saudara kita yang dibawa oleh penjajah Belanda ke Suriname untuk bekerja rodi? Saudara - saudara kita itu saat ini telah berkembang menjadi bagian masyarakat Suriname yang cukup penting. Buktinya banyak jabatan pemerintahan yang cukup penting telah berhasil diduduki.


Selain mengembangkan kemampuan berpolitik mereka tidak melupakan budaya jawa. Ada wayang, kuda lumping, dangdut dan macam - macam budaya jawa yang tetap diuri - uri. Selain berkesenian secara tradisional mereka juga tidak mau ketinggalan dengan yang modern. Di sana ternyata ada Radio dan Televisi berbahasa Jawa.

Namanya RTV-Garuda. Menunjuk namanya, Garuda dengan simbol burung, nampaknya ingin tetap memperlihatkan keterkaitan mereka dengan kita, orang Jawa yang di Indonesia. Memang bahasa yang digunakan tidak semua bahasa Jawa, campuran dengan bahasa Belanda.

Jika tertarik untuk mendengarkan siaran radio Garuda Suriname klik aja alamat di samping( rtv-garuda) Live Radio. Pada saat siang hari di Indonesia biasanya di sana sudah malam bahkan menjelang pagi. Acaranya Panglipur Ati yang berisi lagu - lagu Jawa, keroncong atau lagu pop Indonesia. Penasaran ingin mendengar suara mereka? Klik aja video di bawah! Judul lagunya Ngapuro yang menyanyikan namanya mbakyu Rinette Tasleman. Nikmat juga di telinga. Selamat mendengarkan!



Cetak Halaman Ini